Sebuah studi membuktikan bahwa, otak kita memiliki kemampuan mencerna informasi visual dalam 1 milidetik. Itu artinya 60.000 kali lebih cepat daripada membaca tulisan ataupun text. Selain itu, 90 persen informasi yang dikirimkan tubuh ke otak adalah dalam bentuk visual. Maka tidak heran jika di dunia yang serba digital sekarang ini, durasi perhatian kita jauh menurun. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Microsoft, kita hanya dapat mempertahankan perhatian kita paling lama hanya 8 detik.
Oleh karena itu foto kini tidak hanya dapat menjadi “penarik perhatian” bagi pembaca, namun juga dapat menjadi faktor penentu apakah “cerita” yang disampaikan konten tersebut dapat lebih mengena kepada pembaca. Konten dengan visual yang kuat dapat meraih simpati pembaca lebih cepat serta menggugah emosi mereka.
Dengan demikian kita sebagai insan kreatif, kini memasuki era di mana kriteria lama yang kita gunakan untuk memilih visual perlu diperbaharui karena pengaruhnya yang ditimbulkan kini lebih besar.
Lewat storytelling , sebuah visual dapat mengubah persepsi orang lain bahkan menggerakan mereka untuk mengambil tindakan tertentu.
Berikut adalah aturan dan panduan yang perlu kamu perhatikan untuk memilih visual dalam menceritakan sebuah topik editorial yang sensitif:
1.Pemanasan global & perubahan iklim
Krisi iklim menjadi topik utama yang paling meresahkan generasi kita, khususnya bagi Genz dan Millenial. Oleh karena itu, bukan hal yang mudah untuk dapat menceritakan keresahan 2 generasi tersebut ke dalam satu foto.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa konten tentang perubahan iklim yang beredar kini, membuat orang malas untuk bertindak atau malah pasrah dengan keadaaan. Karena hanya berfokus pada masalah tanpa memberikan solusi. Dan visual atau foto memegang peranan penting, karena pemilihan visual yang hanya berfokus pada masalah hanya akan menimbulkan rasa takut dan cemas.
Oleh karena itu jika kita ingin memberikan pengaruh positif terhadap masalah iklim lewat konten yang kita buat : akan lebih baik jika kita memilih visual yang lebih berfokus kepada solusinya. Foto – foto seperti contoh di bawah ini, dapat lebih memberikan harapan dan semangat bagi pembaca untuk berkontribusi menggunakan kemampuan yang masih berada dalam kapabilitas mereka.
2. Foto-foto Perang
Fotografi perang pada umumnya menggambarkan konflik, kekerasan, dampak yang ditimbulkan terhadap korban serta visual keadaaan tempat yang porak poranda. Eksposur terhadap visual kekerasan yang kini berjamuran di dunia maya, telah menimbulkan rasa “kebal” kepada pembaca. Orang kini telah ‘terbiasa’ untuk melihat visual tersebut, sehingga berita tentang perang tidak lagi menarik simpati. Bahkan eksposure yang berlebihan terhadap “kabar buruk” atau negative news, dapat menyebabkan depresi dan rasa cemas yang berlebihan.
Oleh karena berita dan topik tentang perang sangat tergantung dengan visual, menjadi kewajiban kita sebagai penulis dan juga kreator untuk coba menampilkan sisi lain dari perang yang dapat lebih memberikan pengaruh positif.
Selain dengan memilih foto yang menggambarkan kejadian sebenarnya (tanpa dimodifikasi), kita juga dapat mengkurasi foto-foto yang menimbulkan perasaan haru. Contohnya foto foto korban perang yang selamat seperti di bawah ini.
3. Pandemi
Seperti yang dapat kita saksikan di awal pandemi, foto foto yang beredar kebanyakan menggambarkan hal yang menakutkan: akses jalanan yang ditutup, dokter dan perawat yang kelelahan, jumlah kematian yang terus meningkat, dan masih banyak lagi.
Namun pada saat sulit tersebut, kita akan lebih punya harapan jika kita dapat memberikan eksposur kepada ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu, pada dasarnya membahas topik pandemi akan lebih produktif jika kita memandang sisi ilmu pengetahuannya.
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa gambar atau visual menjadi bagian yang teramat penting dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Dan visual yang paling efektif untuk memberikan informasi seputar ilmu pengetahuan, adalah visual yang menggambarkan orang sebagai subjek utamanya.
Gambar – gambar yang menceritakan orang yang melakukan sebuah riset atau realita kemanusiaan yang sedang terjadi contohnya, dapat lebih memanusiakan ilmu pengetahuan.
4. Politik
Pada umumnya para politikus memerlukan “cerita dan berita” untuk meningkatkan elektabilitas serta popularitas. Menurut sebuah penelitian, dibutuhkan setidaknya dukungan dari 3,5% populasi untuk dapat menciptakan efek riak yang dapat menggerakan rakyat dalam melakukan sebuah gerakan politis termasuk memilih politisi.
Sekarang pertanyaannya bagaimana cara efektif untuk memotivasi orang untuk mau memilih? Jawabannya: dengan komunikasi visual yang efektif.
Jika kamu ingin memotret seorang politis yang ingin kamu tampilkan citranya secara positif, pastikan kamu memerhatikan cahaya di sekitar subjek serta angle yang kamu pilih untuk mengambil gambarnya.
Cahaya yang terportret harus dapat membuat subjek terlihat menarik. Kemudian ambil angle dari depan dan sedikit tinggi pandangan mata orang tersebut untuk memberikan pesan bahwa kuasa orang tersebut setara dengan pembaca.
Jika kamu ingin menggambarkan sebuah keadaan yang memiliki nilai kemanusiaan, pastikan visual yang kamu hasilkan dapat menawarkan solusi dan tidak memancing konflik yang besar dampaknya.
Jika kamu ingin mendapatkan akses ke koleksi foto foto jurnalistik dan editorial yang tidak hanya aktual tetapi juga dapat mempengaruhi emosi, mungkin Shutterstock Editorial Collection bisa jadi pilihan yang tepat.
Koleksi editorial diproduksi oleh fotografer dan jurnalis dari berbagai belahan dunia, sehingga kamu bisa mendapatkan visual dari kejadian kejadian penting di seluruh dunia.
Selain itu, kurasi foto pada koleksi ini juga memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan kepada audiens. Sehingga foto foto yang direkomendasikan dapat menyampaikan cerita yang dapat menginspirasi perubahan.